Notification

×

Iklan

Iklan

Beberapa Perkara Penting Terkait Ibadah pada Bulan Ramadhan

Tuesday, February 23, 2021 | February 23, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-02-27T17:22:46Z

Beberapa Perkara Penting Terkait Ibadah pada Bulan Ramadhan

Ramadhan


Bulan Ramadhan memang setiap tahun datang menghampiri umat manusia, namun meskipun datang berulang, permasalahan itu tetap saja ada. Diantara permasalahan itu ada yang penting karena terkait sah atau tidaknya ibadah

Seperti yang dinyatakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah, setelah menyampaikan nasihat tentang tiga ibadah agung pada bulan Ramadhan yaitu puasa, shalat dan zakat, beliau Rahimahullah mengingatkan kaum muslimin beberapa hal yang menurut analisa beliau Rahimahullah penting untuk diketahui. Perkara-perkara tersebut disampaikan dalam Majmu' Fatawa, Jilid ke-15 hal. 16-21. berikut ini rinciannya. 

Pertama, Berpuasa karena Iman dan Ihtisab

Pada bulan Ramadhan, seorang muslim wajib melaksankan ibadah puasa karena dorongan iman dan ihtisab (keinginan untuk mendapatkan pahala dari Allah Ta'ala), bukan karenan riya', sum'ah, mengikuti orang, keluarga, juga bukan karena penduduk setempat. Dia wajib menjadikan faktor pendorongnya dalam melakukan ibadah puasa tersebut adalah keimanannya terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah mewajibkannya, dan keinginannya untuk meraih pahala di sisi-Nya. Begitu juga dengan Qiyamul Lail (Shalat Tarawih) yang dilakukannya, wajib ia melakukannya karena iman dan ihtisab, bukan karena yang lain. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa berpuasa ramadhan karena iman dan ihtisab, maka ia diampuni dosanya yang telah lewat. Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (Shalat tarawih) karena iman dan ihtisab, maka ia diampuni dosanya yang telah lewat. Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (Tarawih) pada Lailatul Qadr karena iman dan ihtisab, maka ia diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Al-Bukhari, no. 2014 dan Muslim, no. 760)

Kedua, yang dianggap merusak Puasa, Padahal Tidak

  • Luka, hidung berdarah (mimisan), muntah, atau kemasukan air tanpa sengaja.

Terkadang orang yang sedang menjalankan ibadah puasa mengalami luka, mimisan, muntah, tertelan air atau yang lainnya tanpa Sengaja. Batalkah Puasanya ? Tidak, semua itu tidak membatalkan, kecuali orang yang sengaja minum atau makan, atau sengaja muntah. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda :

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ

"Barangsiapa tidak sengaja muntah, maka ia tidak ada kewajiban mengqadha (puasanya tidak batal) dan barangsiapa sengaja muntah, maka wajib mengqadha." (HR. Imam Ahmad dalam Baqi Musnadil Mustaktsirin, musnad Anas bin Malik no. 10085, Ibnu Majah no. 1676, dan lafazh ini adalah riwayat beliau rahimahullah.)

  • Terlambat mandi junub.

terkadang orang yang akan berpuasa terlambat mandi junub atau terlambat bersuci dari haidh dan nifas sampai akhirnya fajar terbit, padahal ia sudah yakin suci sebelum fajar.

orang yang seperti ini, tetap wajib berpuasa dan tidak ada larangan untuk menunda mandi junub atau bersuci sampai terbit fajar, tetapi tentunya tidak boleh ditunda sampai terbit matahari. Dia harus bersuci sebelum matahari terbit, karena memiliki kewajiban untuk melaksanakan shalat subuh. Apalagi kaum lelaki yang berkewajiban melaksanakan Shalat shubuh secara berjama'ah di masjid, sehingga wajib untuk berbegas melaksanakan mandi junub agar tidak terlambat.

  • Cuci darah dan memasang jarum infus.

terkadang juga seseorang harus menjalani pemeriksaan darah atau dipasang jarum infus. ini juga termasuk perkara yang tidak merusak atau tidak membatalkan puasa, jika infus yang dipasang bukan infus pengganti makanan. namun jika pelaksanaannya bisa ditunda sampai malam hari, maka itu lebih baik dan lebih berhati-hati, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam :

دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ

"Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu." (HR. Imam Ahmad dalam Baqi Musnadil Mustaktsirin, musnad Anas bin Malik no. 11689 dan al-Bukhari dengan mu'allaq dalam kitab al-Buyu', Bab : Tafsiril Qur'an, dan an-Nasa'i no. 5711)

Juga Sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam :

مَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِعِرْضِهِ وَدِيْنِهِ

"Barangsiapa menghindari syubhat berarti dia telah menjaga keselamatan agama dan harga dirinya." (HR. Imam al-Bukhari no. 52 dan Muslim no.1599)

Ketiga, tidak thuma'ninah dalam shalat

diantara permasalah yang tidak dipahami hukumnya oleh banyak kaum Muslimin adalah hukum tidak (meninggalkan) thuma'ninah dalam shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Padahal banyak hadits dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa thuma'ninah itu termasuk salah satu rukun shalat yang menyebabkan shalat tidak sah tanpa ada thuma'ninah.

Thuma'ninah itu sendiri adalah rehat sejenak dalam shalat, khusyu' dan tidak tergesa-gesa (dalam melakukan gerakan) sampai semua sendi mapan dalam posisinya. Demikian pula pada malam-malam Ramadhan, banyak kaum Muslimin tidak thuma'ninah dalam melaksanakan shalat Tarawih-nya, tidak memahami bacaannya, dan bahkan melaksanakannya seperti gerakan mematuk (saat sujud). Shalat seperti ini, jelas batal, pelakunya berdosa, bukan mendapatkan pahala.

Keempat, shalat Tarawih lebih dari 11 Raka'at atau tidak boleh kurang dari 20 Raka'at

Sebagian kaum muslimin mengira bahwa shalat tarawih tidak boleh kurang dari 20 raka'at. sedangkan sebagian lainnya menyangka tidak boleh lebih dari 11 raka'at atau 13 raka'at. Anggapan seperti ini adalah persangkaan yang bukan pada tempatnya dan menyelisihi dalil-dalil.

Hadits-hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menunjukkan bahwa masalah raka'at qiyamul lail itu muwassa' (Luas). Artinya, tidak ada ketentuan batasan jumlahnya. Bahkan yang shahih, terkadang Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam melaksanakan 11 raka'at, terkadang 13 raka'at, atau terkadang kurang dari itu, baik pada bulan ramadhan maupun di luar bulan ramadhan.

Ketika Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang qiyamul lail, beliau shalallahu 'alaihi wasallam menjawab :

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنِى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

Shalat malam itu dua rakaat, dua raka'at. jika salah seorang diantara kalian khawatir (tidak bisa melaksanakan shalat) shubuh, maka ia bisa shalat satu raka'at sebagai witir dari shalat yang sudah dikerjakan. (Muttafaq 'Alaih)

Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam tidak menentukan jumlah raka'at tertentu, tidak di bulan Ramadhan juga di bulan lainnya. Oleh karena itu, para sahabat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam pada zaman Khalifah Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu terkadang mengerjakan shalat tarawih sebanyak 23 raka'at, pada saat yang lain 11 raka'at. Semua riwayat itu shahih dari Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'Anhu, juga dari para sahabat Rasulullah Shalalallahu 'alaihi wasallam pada zaman Umar Radhiyallahu 'anhu.

Sebagian ulama Salaf juga ada yang melakukannya 36 raka'at dengan 3 raka'at witir, dan sebagian lagi melakukannya 41 raka'at. itu disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan ahli ilmu lainnya. Beliau Rahimahullah menyebutkan masalah ini wasi' (bebas). Dalam hal ini beliau rahimahullah menyebutkan bahwa orang yang melakukannya dengan memperpanjang bacaannya, ruku'nya dan sujudnya, maka sebaiknya ia memperkecil jumlah raka'at, dan barangsiapa yang memperingan bacaannya, ruku'nya dan sujudnya maka sebaiknya ia memperbanyak jumlah raka'at. Inilah makna perkataan beliau Rahimahullah.

Barangsiapa merenungi Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, ia pasti akan mengetahui bahwa yang terbaik baginya adalah shalat sebelas atau tiga belas raka'at, baik saat bulan Ramadhan atau pada bulan-bulan lainnya, karena pengamalan yang seperti itu sama dengan yang sering dilakukan oleh rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam. Juga karena itu lebih ringan bagi yang melakukan dan lebih dekat kepada kekhusu'an dan thuma'ninah. Jika ada yang mau menambahkan, maka itu tidak apa-apa.

Yang terbaik bagi orang yang bersama Imam, yaitu tidak bubar keculai bersama Imam, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam :

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ

"Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam sampai selesai, maka Allah Ta'ala menuliskan untuknya pahala shalat satu malam penuh." (HR. Imam Ahmad dalam Musnad al-Anshar dari hadits riwayat Abu Dzar al-Ghifari Radhiyallahu 'anhu no. 20910 dan Tirmidzi no. 806)

Bagi seluruh kaum Muslimin disyari'atkan untuk bersungguh-sungguh dalam menunaikan berbagai macam ibadah pada bulan Ramadhan ini, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur'an disertai perenungan dan upaya memahaminya, memperbanyak tasbih, tahmid, tahlil, takbir dan istighfar, juga memperbanyak do'a-do'a yang sesuai syari'at, mempersering amar ma'ruf dan nahi mungkar, berdakwah di jalan Allah, membantu fakir miskin, bersungguh-sungguh dalam berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, memuliakan tetangga, menjenguk orang sakit, dan berbagai ibadah lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadit Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam.

يَنْظُرُ اللهُ إِلَى تَنَافُسِكُمْ فِيْهِ فَيُبَاهِي بِكُمْ مَلاَئِكَتَهُ فَأَرُوْا اللهَ مِنْ أَنْفُسِكُمْ خَيْرًا فَإِنَّ الشَّقِيَّ مَنْ حُرِّمَ فِيْهِ رَحْمَةُ اللهِ

"Allah melihat kepada semangat kalian belomba-lomba dalam kebaikan, lalu Allah Ta'ala berbangga diri dengan kalian di hadapan para malaikat-Nya. Maka perlihatkan kepada Allah kebaikan kalian! orang yang sengsara adalah orang terhalangi dari rahmat Allah Ta'ala pada bulan ini." (haitsami Rahimahullah dalam Majma' az-Zawaid 3/142 menyatakan riwayat ini dibawakan oleh Thabrani dalam al-Kabir)

Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam

مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ وَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْهِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ

"Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan dengan satu bagian kebaikan, maka itu sama dengan melaksanakan salah satu ibadah yang difardhukan di luar bulan itu. Barangsiapa melaksanakan salat satu ibadah yang difardhukan, maka itu sama dengan melaksanakan 70 ibadah yang difardhukan pada bulan yang lainnya. (HR. Ibnu Khuzaimah, secara ringkas dalam Mukhtasar-nya, 3/191 no. 1887)

Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam :

عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً أَوْ قَالَ : حَجَّةً مَعِي

"Umrah di bulan Ramadhan sama dengan haji atau beliau mengatakan, "haji bersamaku." (HR. al-Bukhari no. 1863, Muslim no. 1256, dan Ibnu Majah no. 2991)

Masih banyak hadits dan atsar yang menunjukkan disyari'atkannya berlomba-lomba melakukan berbagai kebaikan pada bulan Ramadhan ini. dan kepada Allah Ta'ala kita memohon, semoga Allah Ta'ala memberikan taufiq kepada kita dan seluruh kaum Muslimin untuk melakukan segala yang mendatangkan ridha-Nya.

Semoga Allah Ta'ala menerima ibadah puasa dan shalat kita, memperbaiki keadaan kaum muslimin, dan melindungi kita dari hal-hal yang bisa menjerumuskan kita ke dalam jurang kesesatan. Semoga Allah Ta'ala memperbaiki para pemimpin kaum Muslimin, menyatukan kalimat mereka di atas kebenaran.



No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update